Ini adalah pengalaman saya ketika mendapatkan invitation dari Kak Edwin via Kak Seno beberapa waktu lalu untuk mengikuti Cultural Trip Solo. Sebelumnya saya juga dihubungi untuk mengikuti event yang di Purwokerto, namun rencana itu mundur, hingga akhirnya saya bisa ikut untuk event yang di adakan di Kota Solo.
Cultural Trip ini memang berbeda dari trip-trip yang sebelumnya saya lakukan. Jika sebelumnya trip yang saya lakukan jika singgah di kota yang saya singgahi, pasti tidak luput dari yang namanya wisata kuliner. Namun kali ini, karena momentnya adalah bulan ramadhan, keinginan menuju tempat kuliner pun harus saya tahan dulu hingga saatnya waktu berbuka.
Baiklah, berawal dari sebuah undangan yang saya terima melalui email :
Kami mengundang Anda untuk menjadi bagian dari CulturalTrip Bedug Asyiiik 2015 Solo yang akan diselenggarakan pada:
Hari/Tanggal: Selasa / 7 Juli 2015
Waktu: 10.00 pagi – malam
Titik Kumpul: Rumah Turi, Jl. Srigading II 12 Turisari, Solo (transportasi disediakan oleh panitia)
Tujuan: Lapangan Mojolaban, Sukoharjo
Ditengah kesibukan saya yang sehari-hari berkutat di depan komputer dan juga beraktifitas di kantor, di hari selasa 7 Juli 2015 pun akhirnya berhasil mengambil waktu cuti demi mengikuti acara ini. Keikutsertaan dalam event ini, tidak lain karena ingin jalan-jalan menikmati budaya.
Ya, pada akhirnya, tibalah pada hari H, yaitu Selasa 7 Juli 2015, saya datang ke meet point pertama yang berlokasi di Rumah Turi, Jalan Srigading II No.12 Turisari, Solo. Disini saya bersama Apri, Jarwadi, dan Dimas Suyatno.
Di titik point ini kami berkumpul untuk bersama – sama menuju pemberangkatan ke beberapa lokasi yang menjadi tujuan kami. Selain, teman-teman blogger, disini juga berkumpul rekan-rekan media dari berbagai media Jakarta yang juga ikut dalam Cultural Trip Solo ini.
Lebih kurang pukul 11.30 kami sudah siap berangkat. Dan kami menuju ke lokasi pertama yaitu di Masjid Agung Surakarta
Keberadaan Masjid Agung Surakarta tidak bisa dilepaskan dari perjalanan panjang sejarah Keraton Kasunanan. Masjid Agung dan Keraton Kasunanan laksana pena dan tinta yang sukar dipisahkan. Bangunan satu lantai di sebelah barat alun-alun utara ini menjadi jujugan masyarakat yang beragama Islam untuk beribadah. Saban hari, tak kurang ribuan orang menyambangi masjid yang dibangun di masa Paku Buwana II (1745) itu. Masjid bercat biru tersebut sohor sebagai masjid terbesar di Surakarta.
Pada riwayatnya, Masjid Agung Surakarta seperti juga keraton memiliki tautan dengan dinasti Mataram Islam. Sebelum Keraton Surakarta muncul, dinasti Mataram Islam sudah diawali dari Kota Gedhe (sebelum 1625) yang dianggap sebagai cikal bakalnya. Corak Masjid Agung di Surakarta juga dipengaruhi oleh masjid lawas yang dijumpai pada trah Mataram Islam.
Di Masjid Agung Surakarta ini terdapat bedug yang usianya sudah tua juga. Bedug yang ada di Masjid Agung Surakarta ini dibunyikan untuk pemberitahuan mengenai waktu salat atau sembahyang. Bedug yang ada disini terbuat dari sepotong batang kayu besar atau pohon enau sepanjang kira-kira satu meter atau lebih. Bagian tengah batang dilubangi sehingga berbentuk tabung besar. Ujung batang yang berukuran lebih besar ditutup dengan kulit binatang yang berfungsi sebagai membran atau selaput gendang.
Sejenak saya dan rekan melaksanakan sholat dzuhur di Masjid Agung Surakarta, dan pukul 13.00 kami melanjutkan tujuan kami berikutnya, yaitu menuju Desa Wirun, Mojolaban, Sukoharjo.
Saat ini saya sedang berada di Desa Wirun, Mojolaban, Sukoharjo. Letak desa ini berada di pinggir jalan Solo – Bekonang. Dari kota solo, desa ini bisa ditempuh lebih kurang 20 menit. Tepat disini saya berada di rumah Bapak Panggiyo, salah satu perajin gamelan di desa ini.
Dalam kunjungan di rumah Bapak Panggiyo ini, saya ditunjukkan bagaimana seperangkat alat gamelan siap untuk dikirimkan ke Australia atas pesanan gamelan.
Di rumah Bapak Panggiyo ini, nampak beberapa gamelan yang siap dikirimkan kepada pemesan. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Bapak Panggiyo, satu perangkat gamelan slendro dan pelog dihargai dengan harga mulai dari Rp 300 jutaan. Bisa lebih juga, tergantung dari keinginan pemesan.
Seusai tanya jawab, saya bersama rekan blogger dan media diajak oleh Bapak Panggiyo ke workshop tempat pembuatan gamelan. Tempat ini adalah rumah kakak dari Bapak Panggiyo. Mau tau cerita serunya gimana proses pembuatan gamelan disini?
Lokasi workshop gamelan “Supoyo” ini tidak jauh dari rumah Bapak Panggiyo. Masih didaerah Wirun, Mojolaban Sukoharjo disini gamelan-gamelan dibuat. Lokasi tepatnya ada di Mertan, Wirun, Mojolaban, Sukoharjo.
Proses pengerjaan gamelan sendiri dikerjakan oleh lebih kurang 7 orang dalam setiap pengerjaannya. Pada proses ini adalah proses pembakaran, dengan menggunakan arang dengan bantuan kompressor untuk mempercepat pembakaran besi.
Dalam pembuatan gamelannya sendiri tidak asal-asalan membuat bentuk, namun setiap gamelan yang dibuat memiliki rumus. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Panggiyo, bahwa setiap perangkat gamelan yang dibuat memiliki rumus, agar memiliki hasil yang bagus.
Untuk pengerjaan gamelan sendiri tidak boleh terburu-buru, untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Untuk membuat seperangkat gamelan slendro dan pelog, Bapak Panggiyo membutuhkan waktu lebih kurang dua hingga 3 bulan.
Setelah semua proses selesai, ada yang namanya proses menyelaraskan gamelan. Dimana proses ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak Panggiyo adalah seperti menentukan nada dari gamelan yang telah dibuat.
Nah, gimana? Jadi tahu khan proses pembuatan gamelan di tempat Bapak Panggiyon dan Supoyo ini? Eits, masih ada perjalanan berikutnya setelah dari Wirun. Saya akan menuju ke Lapangan Mini Bekonang.
Tidak jauh dari tempat pembuatan gamelan, Lapangan Mini Bekonang hanya ditempuh dalam waktu 10 menit saja. Disini, akan ada banyak acara dalam rangkaian acara Bedug Asyiiik Solo 2015.
Ada beberapa tenda yang terdapat di venue Bedug Asyiiik Solo ini. Beberapa tenda ini diantaranya, ada tenda Pojok Asyiiik. Ditenda ini, pengunjung bisa donor darah yang akan dilayani oleh team PMI.
Beberapa rangkaian acara di Bedug Asyiiik Solo ini bener-bener asyiiik
- Kompetisi Bedug Asyiiik
- Ngobrol Asyiiik bersama Joko Gombloh, perwakilan juri & komunitas peserta kompetisi Bedug Asyiiik
- Kolaborasi 3 besar kompetisi bedug & rampak bedug lokal profesional
- Ngobrol Asyiiik bersama Tipe-X dan/ Repvblik
- Penampilan Musik Tipe-X dan Repvblik
Acara ke acara digelar tanpa terasa. Hingga waktu pun menuju jam 23.00 dimana saya, rekan blogger, dan media pun harus kembali lagi ke Solo.
Menyenangkan sekali ikutan jelajah budaya di Cultural Trip Solo ini. Terima kasih untuk PT. HM Sampoerna, Maverick, Smartfren (Semua photo diambil dengan menggunakan Smartfren Andromax G2 Limited Edition), TRAC, Rumah Turi.
Sampai jumpa di trip berikutnya…
Komentar
Posting Komentar