Siapa yang tidak mengenal NasSirun PurwOkartun, karya – karyanya sebagai kartunis kini melengkapi kegiatannya sebagai penulis. Bergabung bersama penerbit Tiga Serangkai, NasSirun PurwOkartun pernah mengeluarkan karya novel sejarahnya yang mengangkat tokoh Penangsang. Setelah kesuksesan dan laris manis di pasaran, NasSirun PurwOkartun dengan karya Penangsang: Kidung Takhta Asmara dan Penangsang: Tembang Rindu Dendam, kini NasSirun PurwOkartun mengeluarkan karya terbarunya yang diberi title Penangsang : Tarian Rembulan Luka
Novel terbarunya ini baru saja di release oleh Penerbit Tiga Serangkai pada bulan Mei diawali dengan pre order pembelian dengan diskon 20 %. Nama NasSirun PurwOkartun sudah dikenal dengan beberapa kartun karyanya. Dan Penangsang: Tarian Rembulan Luka ini pun menjadi novel yang cukup bisa memberikan warna di dunia pendidikan di Indonesia. Membaca novel ini tidak terasa juga ikut belajar sejarah.
Dalam kesumat yang mengakar demi menegakkan kehormatan para gurunya, Hadiwijaya, Si Karebet Pengging, menebarkan gendering pergolakan tanpa jarak pada seterunya, Penangsang. Baginya, sang Adipati Jipang itu menjadi penghalang nyata yang paling mengancam langkahnya mengendalikan Demak, jantung penyebaran Islam di tanah Jawa. Upaya Hadiwijaya memecah belah trah Kesultanan Demak makin benderang ketika didapati kenyataan bahwa peran para Waliyyul Amri tak lagi mendapatkan sambutan peduli dari banyak orang.
Di balik upaya Hadiwijaya melekatkan bentuk kesultanan menjadi kerajaan pada Demak, para kerabat Pengging, penasihat Hadiwijaya, merakit siasat yang lebih ulung, merebut Demak dari barisan trah Raden Patah dengan “meminjam” tangan Hadiwijaya. Tak peduli, muslihat itu melewati jalinan masa yang panjang hingga saatnya Hadiwijaya terkubur dalam waktu.
Gelapnya perjalanan Penangsang dalam menghadapi seteru hidupnya tak lantas melahirkan selongsong gelap dalam jiwa makrifatullahnya. Dalam ancaman surat penantang dan perlawanan dari kubu Hadiwijaya, kedekatannya pada Ilahi Rabbi mengantarkannya untuk menempa alam pikirnya dengan lebih bestari. Meladeni tanding senjata dengan Hadiwijaya atau menjatuhkan pilihan lain yanglebih sacral meskipun itu mengalirkan cekung-cekung luka dan mengabarkan duka layaknya tarian rembulan luka.
Penasaran dengan ceritanya? Novel inipun sudah tersedia di toko buku Gramedia. Bisa juga dipesan melalui saya di http://bit.ly/orderbuku
Komentar
Posting Komentar